Senin, 14 Juli 2014

Serba-Serbi Thaharah: Adab Buang Air – Bagian Pertama

Serba-Serbi Thaharah: Adab Buang Air – Bagian Pertama

air Serba Serbi Thaharah: Adab Buang Air   Bagian Pertama Islam merupakan agama yang universal. Ia tak hanya mengatur tatacara beribadah, namun juga mengatur tatacara umatnya menjalani kesehariannya sebagai manusia. Dan Allah adalah indah dan mencintai keindahan, maka Islam memberi tuntunan kepada ummatnya untuk senantiasa menjaga kebersihan dari hal kecil seperti buang air. Kali ini kita akan sedikit membahas adab dalam buang air, atau disebut juga qadhaul hajah ini.

  1. Tidak membawa barang yang memuat nama Allah, kecuali bila dikhawatirkan akan hilang atau tempat menyimpan barang berharga. Hal ini sesuai dengan hadits berikut:
    “dari Anas r.a, bahwa Nabi saw memakai cincin yang memuat ukiran Muhammad Rasulullah, dan jika ia masuk kakus maka (cincin itu) ditinggalkannya.” (diriwayatkan oleh Turmudzi, Nasa’i, Ibnu Majah, dan Abu Daud)
  2. Menjauhkan dan menyembunyikan diri dari manusia dan mengindari tempat-tempat umum, seperti tempat orang berteduh, jalanan, atau tempat pertemuan, terutama di waktu buang air besar, agar tidak kedengaran suara atau tercium bau, kecuali dalam ruangan yang memang disediakan untuk itu (WC atau kakus). Dalam sebauh hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dinyatakan:
    “dari Jabir r.a, ia berkata: Kami bepergian dengan Rasulullah saw pada suatu perjalanan. Maka ia tidak buang air besar kecuali bila telah luput dari pandangan.” (HR Ibnu Majah)
    Dan menurut riwayat Abu Dawud: “maka bila Ia bermaksud buang air besar, ia pun pergi jauh-jauh hingga ia tidak kelihatan oleh seorang pun.” Juga menurut riwayatnya: “ bahwa Nabi saw bila mencari tempat buang air, ia pergi jauh-jauh”
    Dalam hadits lain:
    “dari Abu hurairah, bahwa Nabi saw bersabda: ‘hindarkanlah menjadimkutukan orang-orang.’ Mereka bertanya: ‘ siapa yang dimaksud dengan demikian, ya Rasulullah?’. Nabi menjawab: ‘ialah yang buang air di jalanan atau tempat bernaung manusia’” (HR Ahmad, Muslim, dan Abu Daud)
  3. Membaca doa secara keras saat memasuki kakus, dan ketika hendak mengangkat kain, berdasarkan hadits berikut:
    “dari Anas r.a, ia berkata: Bila Nabi saw hendak memasuki kakus, ia membaca “Bismillah, Allahumma innii a’udzu bika minal-khubutsi wal-khabaaits. (dengan nama Allah. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari godaan setan, baik yang laki-laki maupun yang perempuan). (HR Bukhari, Muslim, Turmudzi, Nasa’i, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Ahmad).
  4. Menghindarkan berbicara sama sekali, baik berupa dzikir maupun yang lainnya. Maka, orang yang sedang buang ai tidak wajib menjawab adzan atau salam. Dari hadits yang diriwayatkan oleh jama’ah kecuali Bukhari dinyatakan:
    “Dari Ibnu Umar r.a bahwa seorang laki-laki lewat pada Nabi saw, yang ketika itu sedang buang air kecil. Orang itu memberi salam kepadanya, tetapi tidak dijawab oleh Nabi.” (HR Muslim, Turmudzi, Nasa’i, Abu Daud, dan Ibnu Majah)
    Dalam hadits lain dinyatakan:
    “dari Abu Sa’id r.a, ia berkata: Rasulullah saw bersabda:’janganlah keluar dua orang laki-laki pergi ke kakus sambil membuka aurat dan bercakap-cakap, karena Allah mengutuk yang demikian itu!’” (HR Ahmad, Abu Daud, Dan Ibnu Majah)
    Hadits ini menyatakan bahwa berkata-kaa saat buang air hukumnya haram, namun Ijma’ mengalihkan larangan dari haram pada makruh.
    Hal ini tidak berlaku untuk situasi yang amat penting, misal mengingatkan seorang buta yang dikhawatirkan akan jatuh. Bila ia bersin, maka hendaklah memuji Allah dalam hati tanpa menggerakkan lidah.
  5. Tidak boleh menghadap atau membelakangi kiblat. Hal ini berlaku di tempat terbuka. Bila di dalam WC kloset yang digunakan untuk buang air ternyata menghadap atau membelakangi kiblat dan ia sudah terpasang secara permanen, maka larangan tidak berlaku, sesuai dengan hadits berikut:
    “Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw bersabda: ‘bila salah satu di antaramu duduk dengan maksud hendak buang hajat, janganlah ia menghadap kiblat atau membelakanginya.’” (HR Ahmad dan Muslim)
  6. Cari tempat lunak dan rendah untuk menghindari tercipratnya najis, brdasarkan hadits berikut:
    “dari Abu Musa ra, bahwa Rasulullah saw pergi ke tempat yang rendah di sisi pagar, lalu buang air kecil. Dan sabdanya: ‘jika salah seorang kamu buang air kecil hendaklah ia memilih tempat buat itu. (HR Ahmad dan Ab Daud. Dan hadits ini, walaupun padanya ada orang yang tidak dikenal, namun artinya shahih atau benar).
  7. Tidak boleh buang air di lubang-lubang tanah agar tidak menyakiti hewan-hewan yang tinggal di dalamnya. Dalam hadits dinyatakan:
    “dari Abdullah bin Sarjis, bahwa Qatadah telah berkata: ‘Nabi saw telah melarang kencing pada lubang’. Mereka bertanya kepada Qatadah: ‘mengapa dilarang kencing di lubang?’. Jawabnya: ‘ karena itu adalah tempat kediaman jin.’” (HR Ahmad, Nasa’i, Abu Daud, Baihaqi, dan Hakim, telah dinyatakan shahih oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Sakkin).
Bersambung….
Wallahu a’lam bish shawab.
Sumber: Fiqhus Sunnah – Sayyid Sabiq.

Tidak ada komentar: