Mensucikan Hati
Khutbah Pertama:
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيْراً طَيِّباً مُبَارَكاً فِيْهِ ،
وَأُثْنِي عَلَى اللهِ الخَيْرَ كُلَّهُ لَا أُحْصِي ثَنَاءَ عَلَيْهِ هُوَ
كَمَا أَثْنَى عَلَى نَفْسِهِ ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ
وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ محمداً عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ ؛ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ
أَجْمَعِيْنَ وَسَلَّمَ تَسْلِيْماً كَثِيْرًا .
أَمَّا بَعْدُ عِبَادَ اللهِ : اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى حَقَّ تَقْوَاهُ ،
وَرَاقِبُوْهُ مُرَاقَبَةً مَنْ يَعْلَمُ أَنَّ رَبَّهُ يَسْمَعُهُ
وَيَرَاهُ .
Ketauhilah kaum muslimin yang dirahmati Allah,
Sesuatu yang paling penting bagi seorang muslim untuk diperhatikan
perbaikannya adalah hatinya, karena hati adalah sumber penggerak amal
dan gerak-gerik anggota tubuh. Apabila hati baik, maka baiklah amalan
anggota badan yang lain. Jika ia rusak, maka rusaklah amalan anggota
badan tersebut. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menaruh
perhatian yang sangat besar terhadap perbaikan hati. Beliau sering
memberi wasiat tentang hal ini dan memanjatkan doa untuk mencapainya.
Seperti dalam doa-doa beliau berikut ini:
اللَّهُمَّ اجْعَلْ فِي قَلْبِي نُورًا
“Ya Allah, jadikanlah di dalam hatiku cahaya.”
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ قَلْبٍ لَا يَخْشَعُ
“Ya Allah, aku berlindung dari hati yang tidak khusyu.”
اللَّهُمَّ نَقِّ قَلْبِي مِنْ الْخَطَايَا كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الْأَبْيَضُ مِنْ الدَّنَسِ
“Ya Allah bersihkanlah hatiku dari dosa-dosa, sebagaimana baju putih dibersihkan dari kotoran.”
اللَّهُمَّ آتِ نَفْسِي تَقْوَاهَا وَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا
“Ya Allah karuniakan ketakwaan pada jiwaku. Sucikanlah ia,
sesungguhnya Engkaulah sebaik-baik yang mensucikannya, Engkau-lah Yang
Menjaga serta Melindunginya.”
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ
“Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu.”
Dan masih banyak doa-doa lainnya.
Ibadallah,
Wajib bagi seorang muslim untuk memperhatikan kesucian hatinya,
memperbaikinya dan membersihkannya sambil menaruh perhatian memperbaiki
amalan lahiriyah. Tidak ada jalan memperbaiki amalan lahiriyah dengan
rusaknya amalan batin. Ketika seseorang memperbaiki hatinya dengan
amalan hati seperti ikhlas, iman, cinta kepada Allah dan Rasu-Nya
shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka anggota badannya pun akan istiqomah
dan menjadi baik amalannya. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam, dari Nu’man bin Basyir radhiallahu ‘anhu, dia mengatakan,
سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: ((أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ
مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ
الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ ))
“Ketauhilah sesungguhnya di dalam jasad itu terdapat segumpal daging.
Apabila dia baik, maka baiklah jasad tersebut. Apabila dia rusak, maka
rusaklah jasad tersebut. Ketauhilah, segumpal daging tersebut adalah
hati.”
Hadits yang mulia ini menunjukkan bahwa baiknya amalan anggota badan
seorang hamba bergantung dengan baiknya hatinya. Apabila hatinya baik,
di dalamnya terdapat kecintaan kepada Allah, cinta kepada apa yang Allah
cintai, takut terjatuh pada sesuatu yang Dia benci, maka gerak-gerik
anggota tubuhnya akan baik. Berbeda halnya apabilah hatinya rusak, lebih
mencintai nafsunya, mengikuti syahwatnya, dan mendahulukan
kecenderungan jiwanya, maka gerak-gerik anggota tubuhnya akan mengikuti
hatinya dan tidak akan menyelesihinya.
Ibadallah,
Hati itu tidak pernah kosong dari pemikiran, baik dia berpikir
tentang akhirat dan hal-hal yang maslahat untuknya atau untuk kebaikan
dunia dan kehidupannya, atau juga untuk sesuatu yang batil dan
angan-angan tercela. Barangsiapa yang menginginkan perbaikan pada
hatinya, maka dia harus menyibukkan pikirannya tentang bagaimana
memperoleh kebaikan dan kesuksesan tersebut. Hendaknya orang-orang yang
mencita-citakan kesucian hati terus mengkaji tentang tauhid lalu
merealisasikan ilmunya. Mengkaji tentang surga dan neraka. Mereka juga
harus menyibukkan diri dengan hal-hal yang bermanfaat dan membuang
keinginan untuk melakukan perbuatan yang memudharatkannya. Dari sinilah
pikiran seseorang menjadi lurus, hatinya bersih dan tenang.
Ibadallah,
Sesuatu yang paling membantu seorang hamba untuk mewujudkan hati yang
suci adalah dengan memperbanyak melakukan hal-hal yang bermanfaat di
hatinya, agar semakin bertakwa, memperbaiki hubungan dengan Allah,
menambah keyakinan, menyempurnakan keimanan, dan mengagungkan Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Di antara hal-hal yang bermanfaat tersebut adalah
sebagai berikut:
Hendaknya seorang hamba menghadirkan perasaan di dalam hatinya bahwa
dunia ini adalah sesuatu yang rendah, sedikit memenuhi kebutuhan, banyak
angkara murka, dan sesuatu yang fana. Apabila seorang hamba telah
menghadirkan perasaan demikian, maka hatinya akan berangkat dari
keduniawian menuju negeri akhirat. Saat itulah ia menyaksikan akhirat
dengan kekekalannya, akhirat adalah tempat tinggal yang sebenarnya, dan
ujung dari sebuah perjalanan.
Kemudian seorang hamba juga harus menghadirkan gambaran neraka dengan
kengeriannya, panasnya yang luar biasa, dan pedihnya adzab para
penghuninya. Penghuni neraka ditampakkan dengan wajah yang menghitam,
mata memar kebiruan, dan leher yang terikat dengan rantai. Hati para
penghuni neraka itu tercabik-cabik saat pintu neraka pertama kali
dibukakan kepada mereka, karena dahsyatnya siksa adzab yang akan mereka
alami. Apabila perasaan demikian hadir di hati seorang hamba, maka ia
akan menjauhi perbuatan dosa dan maksiat, berhenti memperturutkan hawa
nafsunya, ia akan menghiasi dirinya dengan rasa takut dan was-was dari
adzab neraka. Semakin kuat hadirnya perasaan ini, semakin jauhlah
seseorang dari kemaksiatan.
Perkara lainnya yang membantu seorang hamba untuk mensucikan hatinya
adalah menghadirkan bayangan keindahan surga dan apa yang telah Allah
siapkan di dalamnya bagi para penghuninya. Kenikmatan yang tak pernah
terlihat oleh mata, tak pernah terdengar oleh telinga, dan tidak pernah
terbetik dalam hati manusia.
Apalagi sifat-sifat surga yang telah digambarkan oleh Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang tempat tinggalnya, makanan dan
minumannya, pakaian penduduk surga, dan kebahagiaan dan suka cita yang
mereka rasakan. Bayangkan! Tanah surga itu berbau wangi aroma misk,
bangunan-bangunannya terbuat dari emas dan perak, tiang-tiangnya dari
lu’lu’, minumannya lebih manis dari madu, lebih harum dari misk, dan
lebih sedap dari jahe. Jika saja wajah bidadari-bidadari surga itu
ditampakkan ke dunia, maka cahayanya mampu menerangi dunia. Penduduk
surga akan mengenakan pakaian sutra yang terbaik. Mereka akan menikmati
buah-buahan apapun tanpa mengenal musim. Ranjang-ranjang mereka
ditinggikan, dan kenikmatan-kenikmatan lainnya. Mereka senantiasa
merasakan kenikmatan di dalamnya dan hidup kekal di sana.
Ibadallah,
Apabila seseorang mengumpulkan semua perasaan ini dalam hatinya
ditambah lagi bayang-bayang perjumpaan dengan Allah Rabbul Jalal wal
ikram, melihat wajah Allah Ta’ala, mendengar ucapan-Nya secara langsung,
maka hati hamba tersebut akan dengan cepat beranjak menuju Allah Ta’ala
tanpa menoleh ke kanan maupun ke kiri.
Ibadallah,
Perasaan demikian akan mensucikan hati seorang hamba dari sifat-sifat
yang tercela dan keinginan-keinginan yang buruk. Ia akan berganutng
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan berkumpullah rasa cinta, takut, dan
kembali kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala.
Kita memohon kepada Allah agar menjadikan hati kita adalah hati yang
bertakwa, kemudian menjaga ketawaan tersebut dan mensucikannya.
أَقُوْلُ هَذَا القَوْلِ وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ
المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ يَغْفِرْ لَكُمْ
إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ.
Khutbah Kedua:
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ عَظِيْمِ الإِحْسَانِ ، وَاسِعِ الفَضْلِ وَالجُوْدِ
وَالاِمْتِنَانِ ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا
شَرِيْكَ لَهُ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ محمداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ ؛ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَسَلَّمَ
تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا .
أَمَّا بَعْدُ عِبَادَ اللهِ : اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى
Khatib mewasiatkan agar kita menaruh perhatian yang besar terhadap
perbaikan hati kita, mempersembahkannya kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala
dengan ketaatan kepada-Nya. Apalagi di zaman sekarang, zaman yang penuh
fitnah dan ujian. Dari Hudzaifah bin al-Yaman, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
تُعْرَضُ الْفِتَنُ عَلَى الْقُلُوبِ كَالْحَصِيرِ عُودًا عُودًا ، فَأَيُّ
قَلْبٍ أُشْرِبَهَا نُكِتَ فِيهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ ، وَأَيُّ قَلْبٍ
أَنْكَرَهَا نُكِتَ فِيهِ نُكْتَةٌ بَيْضَاءُ حَتَّى تَصِيرَ عَلَى
قَلْبَيْنِ : عَلَى أَبْيَضَ مِثْلِ الصَّفَا فَلَا تَضُرُّهُ فِتْنَةٌ مَا
دَامَتْ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ ، وَالْآخَرُ أَسْوَدُ مُرْبَادًّا
كَالْكُوزِ مُجَخِّيًا لَا يَعْرِفُ مَعْرُوفًا وَلَا يُنْكِرُ مُنْكَرًا
إِلَّا مَا أُشْرِبَ مِنْ هَوَاهُ
“Fitnah-fitnah menempel dalam lubuk hati manusia sedikit demi sedikit
bagaikan tenunan sehelai tikar. Hati yang menerimanya, niscaya timbul
bercak (noktah) hitam, sedangkan hati yang mengingkarinya (menolak
fitnah tersebut), niscaya akan tetap putih (cemerlang). Sehingga hati
menjadi dua : yaitu hati yang putih seperti batu yang halus lagi licin,
tidak ada fitnah yang membahayakannya selama langit dan bumi masih ada.
Adapun hati yang terkena bercak (noktah) hitam, maka (sedikit demi
sedikit) akan menjadi hitam legam bagaikan belanga yang tertelungkup
(terbalik), tidak lagi mengenal yang ma’ruf (kebaikan) dan tidak
mengingkari kemungkaran, kecuali ia mengikuti apa yang dicintai oleh
hawa nafsunya.”
Dalam hadits ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membagi hati menjadi dua dalam menghadapi fitnah:
Pertama, hati yang apabila berhadapan dengan fitnah
ujian, maka ia akan menyerapnya sebagaimana spons menyerap air. Saat
itulah tertoreh noktah hitam padanya. Hati yang demikian senantiasa
menyerap fitnah yang dihadapinya sampai ia hitam melegam, wal ‘iyadzubillah.
Inilah makna sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam “Hati yang
tertelungkup”. Apabila hati tersebut telah gelap menghitam, maka ia akan
merasakan penyakit yang berbahaya.
Penyakit pertama, rancu baginya mana yang benar dan mana yang salah.
Jadi ia tidak mengenal mana yang baik dan tidak mengingkari yang
mungkar. Lebih dari itu, penyakit seperti ini bisa menghukumi yang baik
itu sebagai kejelekan dan yang mungkar itu sebagai kebaikan, sunnah
dianggap bid’ah dan bid’ah dianggap sunnah, yang benar jadi salah dan
yang salah dianggap benar.
Penyakit kedua, hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dihukumi
dengan hawa nafsunya. Jadi ia senantiasa mengikuti hawa nafsunya dan
menentang petunjuka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kedua, hati yang putih. Kita memohon kepada Allah
agar menjadikan hati kita hati yang demikian. Hati yang putih adalah
hati yang teradapat cahaya keimanan. Apabila dia berhadapan dengan
fitnah dan ujian, maka ia menolak dan mengingkarinya. Karenanya semakin
bertambahlah cahaya keimanan dan bertambah kuatlah iman dan keyakinannya
kepada Allah. Atas izin Allah, hati yang demikian akan selamat, aman,
dan terjaga.
Ibadallah,
Wajib bagi setiap muslim untuk senantiasa memperhatikan keselamatan
hatinya terutama di zaman yang fitnah, bid’ah, dan ketidaktahuan
terhadap agama Allah menyabar. Allah Ta’ala berfirman,
وَاعْتَصِمُوا بِاللَّهِ هُوَ مَوْلَاكُمْ فَنِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيرُ
“…Dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka
Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong…” (QS. Al-Hajj:
78)
Hendaknya setiap muslim berusaha menggapai sebab-sebab kebahagian,
keselamatan, dan kebaikakannya di dunia maupun di akhirat. Dan orang
yang pintar adalah orang yang mampu menundukkan jiwanya dan beramal
untuk kehidupan setelah kematian. Sedangkan orang yang lemah adalah
orang yang mengikuti hawa nafsunya dan berandai-andai terhadap suatua
angan-angan saja.
هَذَا وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا رَعَاكُمُ اللهُ عَلَى إِمَامِ الهُدَاةِ
مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ كَمَا أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فِي
كِتَابِهِ فَقَالَ: ﴿إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى
النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا
تَسْلِيماً ﴾ [الأحزاب:٥٦] ، وَقَالَ صلى الله عليه وسلم : ((مَنْ صَلَّى
عَلَيَّ صَلاةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا)) . اَللَّهُمَّ
صَلِّ عَلَى محمد وَعَلَى آلِ محمد كَمَا صَلَيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ
وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ ، وَبَارِكْ عَلَى
محمد وَعَلَى آلِ محمد كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ
إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ .
وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الأَئِمَةِ
المَهْدِيِّيْنَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِي ، وَارْضَ
اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ وَعَنِ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ
تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ ، وَعَنَّا مَعَهُمْ
بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ .
اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ ، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ
الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ ، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ
وَالمُسْلِمِيْنَ ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالمُشْرِكِيْنَ ، وَدَمِّرْ
أَعْدَاءَ الدِّيْنَ ، وَاحْمِ حَوْزَةَ الدِّيْنَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ
. اَللَّهُمَّ آمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا
وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا ، وَاجْعَلْ وِلَايَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ
وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ . اَللَّهُمَّ
وَفِّقْ وَلِيِّ أَمْرِنَا لِمَا تُحِبُّ وَتَرْضَى وَأَعِنْهُ عَلَى
البِرِّ وَالتَّقْوَى ، وَسَدِّدْهُ فِي أَقْوَالِهِ وَأَعْمَالِهِ ،
وَأَلْبِسْهُ ثَوْبَ الصِحَّةَ وَالعَافِيَةَ ، وَارْزُقْهُ البِطَانَةً
الصَالِحَةً النَاصِحَةً . اَللَّهُمَّ وَفِّقْ جَمِيْعَ وُلَاةَ أَمْرِ
المُسْلِمِيْنَ لِلْعَمَلِ بِكِتَابِكَ وَاتِّبَاعِ سُنَّةِ نَبِيِّكَ محمد
صلى الله عليه وسلم وَاجْعَلْهُمْ رَأْفَةً وَرَحْمَةً عَلَى عِبَادِكَ
المُؤْمِنِيْنَ .
اَللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا زَكِّهَا أَنْتَ خَيْرَ مَنْ
زَكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا . اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ
الهُدَى وَالسَّدَادَ ، اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى وَالتُّقَى
وَالْعَفَةَ وَالْغِنَى ، اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مُوْجِبَاتِ
رَحْمَتِكَ وَعَزَائِمَ مَغْفِرَتِكَ ، وَالغَنِيْمَةَ مِنْ كُلِّ بِرٍّ
وَالسَّلَامَةِ مِنْ كُلِّ إِثْمٍ ، وَالْفَوْزَ باِلْجَنَّةِ وَالنَّجَاةَ
مِنَ النَّارِ . اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ وَمَا قَرَّبَ
إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ ، وَنَعُوْذُ بِكَ مِنَ النَّارِ وَمَا
قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ ، وَأَنْ تَجْعَلَ كُلِّ
قَضَاءِ قَضَيْتَهُ لَنَا خَيْرًا .
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَلِلْمُسْلِمِيْنَ
وَالمُسْلِمَاتِ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ
وَالْأَمْوَاتِ . رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ
حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ .
عِبَادَ اللهِ : اُذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلَى
نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا
تَصْنَعُونَ .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar