Mengenal Hakikat WALI ALLAH & WALI SYETAN , Siapakah Mereka?
Mengenal Hakikat WALI ALLAH & WALI SYETAN Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah
Buletin Al-Hujjah Vol: 07-IX/Rabi'ul Awwal-1429H/Mar-08
Bermacam pandangan telah mewarnai
bursakewalian, ada yang berpandangan bila seseorang telah memiliki
halhal yang luar biasa berarti dia telah sampai pada tingkat
kewalian,seperti tidak luka bila dipukul dengan senjata tajam dan
sebagainya. Sebagian orang berpendapat bila sudah pakai baju jubah dan
surban berarti sudah wali, sebagian lain berpendapat bila seseorang suka
berpakaian kusut dan bersendal cepit berarti ia wali, ada pula yang
berpandangan bila seseorang kerjanya berzikir selalu berarti dia wali.
Dan banyak lagi pendapat-pendapat tentang perwalian yang tidak dapat
kita sebutkan satu persatu di sini.
Wali secara etimologi (bahasa) berarti
dekat. Adapun secara terminologi (istilah) menurut pengertian sebagian
ulamaahlussunah, wali adalah orang yang beriman lagi bertakwa
tetapibukan Nabi. Sebagian ulama lain berpendapat bahwa seluruh orang
yang beriman lagi bertakwa adalah wali Allah, dan wali Allah yang paling
utama adalah para Nabi, yang paling utama diantara para Nabi adalah
para Rasul, yang paling utama di antara para Rasul adalah Ulul ‘Azmi, yang paling utama di antara Ulul‘Azmi adalah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Maka para wali Allah tersebut memiliki perbedaan dalam tingkat keimanan
mereka, sebagaimana mereka memiliki tingkat yang berbeda pula dalam
kedekatan mereka dengan Allah. Maka dapat disimpulkan di sini bahwa
wali-wali Allah terbagi kepada dua golongan:
Golongan pertama, Assaabiquun Almuqarrabuun (barisanterdepan dari orang-orang yang dekat dengan Allah). Yaitu mereka yang melakukan hal-hal yang mandub (sunnah) sertamenjauhi hal-hal yang makruh di samping melakukan hal-hal yang wajib .
Golongan kedua, Ashaabulyamiin (golongan
kanan). Yaitu mereka hanya cukup dengan melaksanakan hal-hal yang wajib
saja serta menjauhi hal-hal yang diharamkan, tanpa melakukan hal-hal
yang sunnah atau menjauhi hal-hal yang makruh. Kedua golongan ini
disebutkan Allah dalan firmanNya:
“(Artinya) Adapun jika ia termasuk
golongan yang dekat (kepada Allah). Maka dia memperoleh ketentraman dan
rezki serta surga kenikmatan. Dan adapun jika ia termasuk golongan
kanan. Maka keselamatan bagimu dari golongan kanan”. (QS.Al Waaqi’ah, ayat: 88-91).
Kemudian para wali itu terbagi pula menurut amalan dan perbuatan mereka kepada dua bagian; wali Allah dan wali setan.
Ciri-ciriWali Allah
Allah telah menyebutkan ciri para waliNya dalam firmanNya:
“Ingatlah; sesungguhnya para waliwali Allah Mereka tidak merasa takut dan tidak pula merasa se dih. Yaitu orang-orang yang beriman lagi bertakwa”.
(QS. Yunus: 62-63).
“Ingatlah; sesungguhnya para waliwali Allah Mereka tidak merasa takut dan tidak pula merasa se dih. Yaitu orang-orang yang beriman lagi bertakwa”.
(QS. Yunus: 62-63).
Ciri pertama, Beriman, artinya
keimanan yang yang dimilikinya tidak dicampuri oleh berbagai bentuk
kesyirikan. Keimanan tersebut tidak hanya sekedar pengakuantetapi
keimanan yang mengantarkan kepada takwa. Landasan keimanan yang pertama
adalah Dua Kalimat Syahadat. Maka orang yang tidak mengucapkannya atau
melakukan hal-hal yang membatalkan kalimat tauhid tersebut adalah bukan
wali Allah. Seperti menjadikan wali sebagai perantara dalam beribadah
kepada Allah,atau menganggap bahwa hukum selain Islam adalah sama atau
lebih baik dari hukum Islam. Atau berpendapat semua agama adalah benar.
Atau berkeyakinan bahwa keNabian dan keRasulan tetap ada sampai hari
kiamat, bahwa Muhammad bukan penutup segala Rasul dan Nabi.
Ciri kedua, Bertakwa , artinya ia melakukan apa yang diperintah Allah dan
menjauhi apa yang dilarang Allah, melakukan hal-hal yang diwajibkan agama, ditambah lagi dengan amalan amalan sunnah. Oleh sebab itu jika ada orang yang mengaku sebagai wali, tapi ia meninggalkan beramal kepada Allah maka ia termasuk pada jenis wali yang kedua yaitu wali setan. Atau melakukan ibadah-ibadah yang tidakpernah dicontohkan oleh Rasulullah dan para sahabatnya. Baik dalam bentuk shalatmaupun zikir, dll.
menjauhi apa yang dilarang Allah, melakukan hal-hal yang diwajibkan agama, ditambah lagi dengan amalan amalan sunnah. Oleh sebab itu jika ada orang yang mengaku sebagai wali, tapi ia meninggalkan beramal kepada Allah maka ia termasuk pada jenis wali yang kedua yaitu wali setan. Atau melakukan ibadah-ibadah yang tidakpernah dicontohkan oleh Rasulullah dan para sahabatnya. Baik dalam bentuk shalatmaupun zikir, dll.
Ciri-ciri Wali Setan
Adapun ciri wali setan adalah orang yang
mengikuti kemauan setan , mulai dari melakukan syirik dan bid’ah sampai
berbagai bentuk kemaksiatan. Sebagaimana Allah terangkan dalam firmanNya
bahwa setan juga memberikan wahyu kepada para wali-wali mereka :
“(Artinya) Sesungg uhnya setan-setan itu mewahyukan kepada wali-wali mereka untuk membantahmu, jika kamu menaati mereka, sesungguhnya kamu menjadi orang-orang musyrikin”. (QS . Al An’aam,ayat: 121).
“(Artinya) Sesungg uhnya setan-setan itu mewahyukan kepada wali-wali mereka untuk membantahmu, jika kamu menaati mereka, sesungguhnya kamu menjadi orang-orang musyrikin”. (QS . Al An’aam,ayat: 121).
Terkadang setan membisikan walinya
untuberdo’a dikuburan orang-orang shalihdengan dalih untuk menghormati
wali. Sesungguhnya menghormati wali bukanlah dengan berdoa dikuburannya,
justru ini adalah perbuatan yang dibenci wali itu sendiri karena telah
menyekutukannya dengan Allah. Manakah yang lebih tinggi kehormatan
seorang wali di sisi Allah dengan kehormatan seorang Nabi? Jelas Nabi
lebih tinggi. Jangankan meminta kepada wali, kepada Nabi sekalipun tidak
boleh berdoa. Jangankan saat setelah mati, di waktu hidup saja, Nabi
tidak mampu mendatangkan manfaat untuk dirinya sendiri, apalagi untuk
orang lain setelah mati! Kalau hal itu benar tentulah para sahabat akan
berbondong-bondong kekuburan Nabi shallallahu ‘alaihiwa sallam saat
mereka kekeringan atau kelaparan atau saat diserang oleh musuh. Tapi
kenyataan justru sebaliknya , saat paceklik terjadidi Madinah , Umar bin
Khaththab mengajak kaum muslimin melakukan shalat istikharah kemudian
menyuruh Abbas bin Abdul Muthalib berdoa, karena kedekatannya dengan
Nabi, bukannya Umar meminta kepada Nabi.
Kemudian bentuk lain dari cara setan
dalam menyesatkan wali-walinya adalah dengan memotivasi seseorang
melakukan amalan-amalan bid’ah, sebagai contoh kisah yang amat masyhur
yaitu kisah Sunan Kalijaga, kita tidak mengetahui apakah itu benar
dilakukan beliau atau kisah yang didustakan atas nama beliau, namun kita
tidak mengingkari kalau memang ternyata benar beliau seorang wali, yang
kita cermati adalah kisah kewalian beliau yang jauh dari tuntunan
sunnah, yaitu beliau bersemedi selama empat puluh hari di tepi sebuah
sungai kemudian diakhir persemedian beliau mendapatkan karomah.
Kejanggalan pertama dari kisah ini adalah bagaimana beliau melakukan
shalat, kalau beliau shalat berarti telah meninggalkan shalat berjama‘ah
dan shalat Jum’at? Adakah petunjuk dari Rasulullah untuk mencari
karomah dengan persemedian seperti ini? Dengan meninggalkan shalat atau
meninggalkan shalat berjamaah dan shalat Jum’at.
Beberapa kesalahpahaman tentang kewalian yang terjadi di tengah-tengah masyarakat yaitu :
1. Berasumsi bahwa seorang wali itu
Maksum ( terbebas ) dari segala kesalahan, sehingga mereka menerima
segala apa yang dikatakan wali.
Dengan pemahaman seperti ini, terjadilahpengkultusan sang kiai atau sang guru danpembenaran kesesatan yang dilakukan olehsang kiai atau sang guru sekali punperbuatan tersebut nyata-nyatamelanggarAl-Qurandan Sunnah. Bahkan dikisahkanbila seorang murid melihat sangguru minum khamar, makasebenarnya ia minum susu,tapi yang salah adalahpenglihatan sang muridkarena matanyaberlumuran dosa,begitulah orang orangsufimelakukan doktrin dalammenyebarkan kesesatanmereka. Sesungguhnya para ulama telah sepakat tiada yang maksum dari umat manusia kecuali para Nabi dan Rasul dalam hal menyampaikan wahyu yang mereka terima. Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“setiap anak Adam adalah pasti bersalah , dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah yang mau bertaubat”. (HR. AtTirmidzy no. 2499).
Dengan pemahaman seperti ini, terjadilahpengkultusan sang kiai atau sang guru danpembenaran kesesatan yang dilakukan olehsang kiai atau sang guru sekali punperbuatan tersebut nyata-nyatamelanggarAl-Qurandan Sunnah. Bahkan dikisahkanbila seorang murid melihat sangguru minum khamar, makasebenarnya ia minum susu,tapi yang salah adalahpenglihatan sang muridkarena matanyaberlumuran dosa,begitulah orang orangsufimelakukan doktrin dalammenyebarkan kesesatanmereka. Sesungguhnya para ulama telah sepakat tiada yang maksum dari umat manusia kecuali para Nabi dan Rasul dalam hal menyampaikan wahyu yang mereka terima. Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“setiap anak Adam adalah pasti bersalah , dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah yang mau bertaubat”. (HR. AtTirmidzy no. 2499).
2. Berasumsi bahwa seorang wali itu mesti memiliki karomah (kekuatan luar bisa).
Seorang wali boleh jadi ia diberi karomah yang nyata boleh jadi tidak,
tapi karomah yang paling besar disisi wali adalah istiqomah dalam
menjalankan ajaran agama, bukan berarti kita mengingkari adanya karomah,
tapi yang kita ingkari adalah asumsi banyak orang bila ia tidak
memiliki karomah berarti ia bukan wali. Oleh sebab itu Abu ‘Ali
Al-Jurjaany berpesan:
“Jadilah engkau penuntut istiqomah bukan penuntut karomah, sesungguhnya dirimu lebih condong untuk mencari karomah , padahal Tuhanmu menuntut darimu istiqomah”.
“Jadilah engkau penuntut istiqomah bukan penuntut karomah, sesungguhnya dirimu lebih condong untuk mencari karomah , padahal Tuhanmu menuntut darimu istiqomah”.
Betapa banyaknya para sahabat yang
merupakan orang terdepan dalam barisan para wali tidak memiliki karomah.
Begitu pula Rasulullah sebagai hamba yang paling mulia di sisi Allah
waktu berhijrah beliau mengendarai unta bukan mengendarai angin, begitu
pula dalam perperangan beliau memakai baju besi bahkan pernah cedera
pada waktu perang uhud. Karomah bukan sebagai syarat mutlak bagi seorang
wali. Karomah diberikan Allah kepada seseorang boleh jadi sebagai
cobaan dan ujian baginya, atau untuk menambah keyakinannya kepada ajaran
Allah, atau pertolongan dari Allah terhadap orang tersebut dalam
kesulitan. Para ulama menyebutkan seseorang yang tidak butuh,kepada
karomah lebih baik dari orang yang butuh kebanyakan para ulama salaf
bila mereka mendapat karomah justru mereka bersedih dan tidak merasa
bangga karena mereka takut bila hal tersebut adalah istidraaj (tipuan).
Begitu pula mereka takut bila di akhirat kelak tidak lagi menerima
balasan amalan mereka setelah mereka menerima waktu didunia dalam bentuk
karomah. Begitu pula bila mereka diberi karomah, mereka justru
menyembunyikannya bukan memamerkannya atau berbangga diri di hadapan
orang lain. Banyak orang berasumsi bila seseorang dapat melakukan
hal-hal yang luar biasa, maka dia dianggap wali yang memiliki karomah.
Padahal belum tentu, boleh jadi itu adalah tipuan atau sihir, atas
bantuan setan dan jin setelah ia melakukan apa yang diminta oleh jin dan
setan tersebut. Seperti ada orang yang bisa terbang atau berjalan di
atas air atau tahan pe dang atau bias memberi tahu tentang sesuatu yang
hilang, oleh sebab itu yang perlu dicermati adalah bagaimana amalannya,
apakah amalannya sehari-hari menurut Sunnah atau tidak ?
Sebagaimana dikatakan Imam Syafi’i:
“Bila kamu melihat seseorang berjalan di atas air atau terbang di udara maka ukurlah amalannya dengan Sunnah”.
“Bila kamu melihat seseorang berjalan di atas air atau terbang di udara maka ukurlah amalannya dengan Sunnah”.
Diriwayatkan dalam kisah seseorang
bernama Mukhtar bin Abi ‘Ubaid. Dia mengaku sebagai Nabi yang menerima
wahyu, lalu seseorang berkata kepada Ibnu ‘Umar dan Ibnu ‘Abbas:
Sesungguhnya Mukhtar mengaku diturunkan ke padanya wahyu ? Dua orang
sahabat tersebut menjawab : Benar (wahyu dari setan), kemudian salah
seorang dari mereka membaca firman Allah:
“Maukah kamu Aku beritakan kepada siapa turunnya para setan? Mereka turun kepada setiap pendusta yang banyak dosa”. (QS. Asy Syu’araa: 221-222).
“Maukah kamu Aku beritakan kepada siapa turunnya para setan? Mereka turun kepada setiap pendusta yang banyak dosa”. (QS. Asy Syu’araa: 221-222).
Dan yang lain membaca firman Allah,
“Dan sesungguhnya para setan itu Mewahyukan kepada wali wali mereka untuk membantahmu”. ( QS. Al- An’aam:121).
“Dan sesungguhnya para setan itu Mewahyukan kepada wali wali mereka untuk membantahmu”. ( QS. Al- An’aam:121).
Oleh sebab itu bila seseorang mendapat
ilham dia tidak boleh langsung percaya sampai ia mengukur kebenarannya
dengan Al-Quran dan Sunnah. Karena Nabi menyebutkan dalam sebuah hadits :
“ Sesungguhnya dalamdiri anak Adam terdapat bisikan dari setan dan bisikan dari malaikat”. (HR. At-Tirmidzy no. 2988)
“ Sesungguhnya dalamdiri anak Adam terdapat bisikan dari setan dan bisikan dari malaikat”. (HR. At-Tirmidzy no. 2988)
Berkata Abu Sulaiman Ad-Daraany:
“Boleh jadi terbetik di hatiku apa yang terbetik di hati mereka (orang-orang sufi) maka aku tidak menerimanya kecuali dengan dua saksi dari Kitab dan Sunnah.”
“Boleh jadi terbetik di hatiku apa yang terbetik di hati mereka (orang-orang sufi) maka aku tidak menerimanya kecuali dengan dua saksi dari Kitab dan Sunnah.”
3. Berasumsi bahwa seorang wali dapat mengetahui hal-hal yang gaib. Asumsi ini sangat bertolak belakang denganfirman Allah,
“Di sisiNya (Allah) segalakunci-kunci yang gaib , tiada yang dapatmengetahuinya kecuali Dia (Allah)”. (QS. Al-An’aam, ayat :59).
“Di sisiNya (Allah) segalakunci-kunci yang gaib , tiada yang dapatmengetahuinya kecuali Dia (Allah)”. (QS. Al-An’aam, ayat :59).
Dan firman Allah,
“Katakanlah, tiada seorang pun di langit maupun di bumi yang dapat mengetahui hal yang gaib kecuali Allah”. (QS. An Naml: 65).
“Katakanlah, tiada seorang pun di langit maupun di bumi yang dapat mengetahui hal yang gaib kecuali Allah”. (QS. An Naml: 65).
Termasuk para Nabi dan Rasul sekalipun
tidak dapat mengetahui hal yang gaib kecuali sebatas apa yang diwahyukan
Allah kepada mereka. Sebagaimana firman Allah kepada Nabi kita,
“Katakanlah: Aku tidak mengatakan kepada kalian bahwa di sisiku
gudang-gudang rezeki Allah, dan aku pun tidak mengetahui hal yang gaib”. (QS. Al-An’aam: 50).
“Katakanlah: Aku tidak mengatakan kepada kalian bahwa di sisiku
gudang-gudang rezeki Allah, dan aku pun tidak mengetahui hal yang gaib”. (QS. Al-An’aam: 50).
Dan firman Allah:
“Katakanlah: aku tidak memiliki untuk diriku manfaat dan tidak pula (menolak) mudarat, dan jika seandainya aku mengetahui hal yang gaib tentulah aku akan (memperoleh) kebaikan yang amat banyak dan tidak akan pernah ditimpa kejelekan”. (QS. Al-A’raaf: 188).
“Katakanlah: aku tidak memiliki untuk diriku manfaat dan tidak pula (menolak) mudarat, dan jika seandainya aku mengetahui hal yang gaib tentulah aku akan (memperoleh) kebaikan yang amat banyak dan tidak akan pernah ditimpa kejelekan”. (QS. Al-A’raaf: 188).
Asumsi sesat ini telah menjerumuskan banyak manusia kejalan kesyirikan,
sehingga Mereka lebih merasa takut kepada wali dari pada takut kepada Allah, atau meminta dan berdoa kepada wali yang sudah mati. Yang pada hakikatnya adalah kesyirikan semata. Karena meminta kepada makhluk adalah syirik. Tidak ada bedanya dengan kesyirikan yang dilakukan oleh kaum Nuh ‘alaihis salam. Dan orang-orang kafir Quraisy pada zaman jahiliyah. Dengan argumentasi yang sama bahwa mereka para wali itu orang suci yang akan menyampaikan doa mereka pada Allah. Hal inilah yang dilakukan kaum musyrikin sebagaimana yang disebutkan Allah dalam firmanNya :
“Ingatlah ; milik Allahlah agama yang suci (dari syirik), dan orang-orang mengambil wali (pelindung) selain Allah berkata : kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya”. (QS. Az-Zumar: 3).
sehingga Mereka lebih merasa takut kepada wali dari pada takut kepada Allah, atau meminta dan berdoa kepada wali yang sudah mati. Yang pada hakikatnya adalah kesyirikan semata. Karena meminta kepada makhluk adalah syirik. Tidak ada bedanya dengan kesyirikan yang dilakukan oleh kaum Nuh ‘alaihis salam. Dan orang-orang kafir Quraisy pada zaman jahiliyah. Dengan argumentasi yang sama bahwa mereka para wali itu orang suci yang akan menyampaikan doa mereka pada Allah. Hal inilah yang dilakukan kaum musyrikin sebagaimana yang disebutkan Allah dalam firmanNya :
“Ingatlah ; milik Allahlah agama yang suci (dari syirik), dan orang-orang mengambil wali (pelindung) selain Allah berkata : kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya”. (QS. Az-Zumar: 3).
Tulisan ini diringkas secara bebas dari tulisan Ustadz Dr. Ali Musri, MA. yang berjudul: “Syarh Hadits Wali”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar