Minggu, 28 September 2014

Hukum Adat (Kebiasaan Manusia) Asalnya Boleh

Kaedah Fikih (16): Hukum Adat (Kebiasaan Manusia) Asalnya Boleh


Hukum asal adat atau kebiasaan manusia adalah boleh sampai ada dalil yang melarang. Ini kaedah penting dari kaedah fikih yang patut diingat.
Selanjutnya Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di mengatakan di bait syairnya,
والأصل في عاداتنا الإباحة حتى يجيء صارف الإباحة
Hukum asal adat kita adalah boleh selama tidak ada dalil yang memalingkan dari hukum bolehnya.
Para ulama memberikan ungkapan lain untuk kaedah di atas,
الأصل في العادات الإباحة
“Hukum asal untuk masalah adat (kebiasaan manusia) adalah boleh.”
Ibnu Taimiyah berkata,
وَالْأَصْلُ فِي الْعَادَاتِ لَا يُحْظَرُ مِنْهَا إلَّا مَا حَظَرَهُ اللَّهُ
“Hukum asal adat (kebiasaan masyarakat) adalah tidaklah masalah selama tidak ada yang dilarang oleh Allah di dalamnya” (Majmu’atul Fatawa, 4: 196).

Yang dimaksud dengan adat di sini apa?

Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
وَأَمَّا الْعَادَاتُ فَهِيَ مَا اعْتَادَهُ النَّاسُ فِي دُنْيَاهُمْ مِمَّا يَحْتَاجُونَ إلَيْهِ وَالْأَصْلُ فِيهِ عَدَمُ الْحَظْرِ فَلَا يَحْظُرُ مِنْهُ إلَّا مَا حَظَرَهُ اللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى
“Adat adalah kebiasaan manusia dalam urusan dunia mereka yang mereka butuhkan. Hukum asal kebiasaan ini adalah tidak ada larangan kecuali jika Allah melarangnya.” (Majmu’atul Fatawa, 29: 16-17)
Kebiasaan manusia yang dimaksudkan adalah makan, minum, berpakaian, berjalan, berbicara, dan kebiasaan lainnya. Kebiasaan tersebut barulah terlarang jika ada dalil tegas, dalil umum, atau adanya qiyas yang shahih.
Allah Ta’ala berfirman,
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا
Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu”  (QS. Al Baqarah: 29). Ayat ini menunjukkan bahwa Allah menciptakan bagi kita segala sesuatu dan itu halal untuk dimanfaatkan dengan cara pemanfaatan apa pun.
Dari Sa’ad bin Abi Waqqosh, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ أَعْظَمَ الْمُسْلِمِينَ جُرْمًا مَنْ سَأَلَ عَنْ شَىْءٍ لَمْ يُحَرَّمْ ، فَحُرِّمَ مِنْ أَجْلِ مَسْأَلَتِهِ
Sesungguhnya kesalahan terbesar dari kaum muslimin adalah jika ia bertanya tentang sesuatu yang tidak diharamkan, namun ia haramkan karena suatu kepentingan” (HR. Bukhari no. 7289 dan Muslim no. 2358).
Guru kami, Syaikh Sa’ad bin Nashir Asy Syatsri berkata, “Hukum asal adat adalah boleh, tidak kita katakan wajib, tidak pula haram. Hukum boleh bisa dipalingkan ke hukum lainnya jika (1) ada dalil yang memerintah, (2) ada dalil yang melarang.” (Syarh Al Manzhumah As Sa’diyyah, hal. 88).
Semoga bermanfaat.

Referensi:

Risalah fil Qowa’id Al Fiqhiyyah, Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, Pensyarh: Dr. Su’ud bin ‘Abdullah bin ‘Abdurrahman Al Ghorik, terbitan Dar At Tadmuriyyah, cetakan pertama, tahun 1432 H.
Syarh Al Manzhumatus Sa’diyah fil Qowa’id Al Fiqhiyyah, Syaikh Dr. Sa’ad bin Nashir bin ‘Abdul ‘Aziz Asy Syatsri, terbitan Dar Kanuz Isybiliya, cetakan kedua, 1426 H.

Tidak ada komentar: