Sabtu, 07 Maret 2015

Haruskah Niat Saat Memandikan Jenazah?

Haruskah Niat Saat Memandikan Jenazah?


Pertanyaan:
Assalamu alaikum..
Para ustadz yang mulia, ditempat saya ada mayit yang di mandikan tapi yang memandikannya lupa tidak niat dan sekarang mayitnya sudah dikubur. Pertanyaannya; sahkah pemandian mayit tersebut? dan kalau tidak sah bagaimana solusinya? Mohon dijawab beserta refrensinya.

(Dari: Bejo Nengrongomahamin)

Jawaban:
Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh
Niat ketika memandikan jenazah hukumnya diperselisihkan diantara ulama’;
  • Menurut pendapat yang ashoh dalam madzhab syafi’i, sebagaimana ditetapkan oleh Imam Syafi’i  dan diikuti oleh mayoritas ulama’ madzhab, niat memandikan jenazah bukanlah syarat sah memandikan jenazah dan tidak wajib dilakukan, alasannya adalah karena tujuan memandikan jenazah adalah untuk membersihkan (tandhif), karena itulah tidak dip[erlukan adanya niat, sebagaimana tidak diperlukannya niat ketika menyucikan najis. Ini berarti memandikan jenazah sudah dianggap mencukupi dengan tanpa niat.
  • Sedangkan menurut sebagian ulama’ dari kalangan madzhab syafi’i, memandikan jenazah harus dengan niat, mereka beralasan bahwa tujuan dari memandikan jenazah adalah pencucian (tathir) bukan sekedar pembersihan (tandhif), kenyataannya meskipun tak ada kotoran yang dibersihkan tetap saja jenazah dimandikan, karena itu diharuskan adanya niat sebagaimana diwajibkannya niat ketika mandi jinabat. Jika mengacu pada pendapat ini maka memandikan jenazah yang tidak disertai dengan niat belum dianggap sah.

Karena terdapat perbedaan tersebut, para ulama’ menetapkan disunahkannya niat ketika memandikan jenazah dengan tujuan untuk menghindari perselisihan tersebut.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa jenazah yang yang telah dimandikan namun orang yang memandikan tidak niat sudah  dianggap mencukupi dan sah menurut pendapat yang kuat dan dikuti mayoritas ulama’. Wallahu a’lam.

(Dijawab oleh: Izal Ya Fahri dan Siroj Munir)

Referensi:
1. Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab, jilid 5 hal. 124-

وهل يجب نية الغسل فيه وجهان أحدهما : لا يجب لأن القصد منه التنظيف فلم يجب فيه النية كإزالة النجاسة والثاني : يجب لأنه تطهير لا يتعلق بإزالة عين فوجب فيه النية كغسل الجناية
..................................
هل يشترط في صحة غسله أن ينوي الغاسل غسله ؟ واختلف في أصحهما فالأصح عند الأكثرين أنها لا تشترط ولا تجب وهو المنصوص للشافعي في آخر غسل الذمية زوجها المسلم وممن صححه البندنيجي والماوردي هنا والروياني والسرخسي والرافعي وآخرون . وصحح جماعة الاشتراط منهم الماوردي والفوراني والمتولي ، ذكروه في باب نية الوضوء وقطع به المحاملي في المقنع ، والمصنف في التنبيه والصحيح تصحيح الأول

2. Hasyiyah al-Bajuri ‘ala Syarah Ibnu Qosim, juz 1 hal. 246

ولا تجب نية الغسل لأن القصد به النظافة وهي لا تتوقف على نية لكن تسن خروجا من الخلاف
 
www.familyrumaday.blogspot.com

Hukum Ziarah Kubur Bagi Wanita Yang Sedang Haid

Hukum Ziarah Kubur Bagi Wanita Yang Sedang Haid

Written By siroj munir on Selasa, 18 Maret 2014 | 13.35

Soal: Asalamu alaikum, saya mau bertanya kepada para ustad/ustadzah, bagaimana hukumnya ketika perempuan haid berziarah kemakam para wali/wali songo? mohon minta penjelasannya.Terimakasih.

(Pertanyaan dari: Nuril Ainy)

Jawab: Wa'alaikum salam warahmatullah wabarakatuh

Para ulama' tidak menyatakan bahwa seorang wanita disunahkan untuk berziarah kemakam orang-orang yang sholeh, seperti para Nabi dan para wali, sebagaimana dijelaskan oleh Imam Ibnu Rif'ah, Imam Qomuli dan lainnya. Dan tidak diketemukan keterangan yang membeda-bedakan antara wanita yang dalam keadaan suci atau wanita yang sedang.

Abdullah bin Abi Malikah radhiyallahu 'anhu mengisahkan;

 أَنَّ عَائِشَةَ أَقْبَلَتْ ذَاتَ يَوْمٍ مِنَ الْمَقَابِرِ فَقُلْتُ لَهَا: يَا أُمَّ الْمُؤْمِنِينَ، مِنْ أَيْنَ أَقْبَلْتِ؟ قَالَتْ: مِنْ قَبْرِ أَخِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي بَكْرٍ، فَقُلْتُ لَهَا: أَلَيْسَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ؟ قَالَتْ: نَعَمْ، «كَانَ قَدْ نَهَى، ثُمَّ أُمِرَ بِزِيَارَتِهَا

"Suatu hari aku bertemu dengan Aisyah pulang dari pemakaman, kemudian aku bertanya; "Wahai Ummul Mu'minin, anda dari mana?", beiau menjawab; "Dari kuburan saudaraku, Abdurrahman bin Abu Bakar" aku bertanya lagi padanya; "Bukankah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah melarang ziarah kubur?" beliau menjawab; "Benar, beliau memang dulu melarangnya kemudian beliau memerintahkannya." (Mustadrok, no.1392).

Hanya saja karena keadaannya sedang haid, perlu dihindari mengerjakan hal-hal yang diharamkan bagi wanita yang sedang haid, seperti berdiam dimasjid, dan mememang, membawa dan membaca al-qur'an.

Jadi jika pemakamannya berada didalam masjid ia tidak boleh ikut masuk untuk berdiam diri disana untuk berziarah, solusinya adalah berziarah diluar masjid.

Sedangkan saat berziarah solusinya ketika membaca al-qur'an (Biasanya orang yang sedang ziaroh membaca yasin) diniati dzkir, karena orang haid boleh membaca qur'an dengan niat dzikir. Wallohu a’lam.

(Dijawab oleh: Siroj Munir)

Referensi:
1. Ghurorul Bahiyah Syarh al-Bahjah al-Wardiyah, juz 2 hal. 120-121

ويندب للرجال زيارة القبور؛ لتذكر الآخرة وتكره للنساء لجزعهن إلا قبر النبي - صلى الله عليه وسلم - فيندب لهن زيارته وينبغي، كما قال ابن الرفعة والقمولي أن يكون سائر قبور الأنبياء، والأولياء

2. Al-Mustadrok, juz 1 hal. 532

حدثنا أبو بكر محمد بن إسحاق الفقيه، أنبأ أبو المثنى معاذ بن المثنى، ثنا محمد بن المنهال الضرير، ثنا يزيد بن زريع، ثنا بسطام بن مسلم، عن أبي التياح يزيد بن حميد، عن عبد الله بن أبي مليكة، أن عائشة أقبلت ذات يوم من المقابر فقلت لها: يا أم المؤمنين، من أين أقبلت؟ قالت: من قبر أخي عبد الرحمن بن أبي بكر، فقلت لها: أليس كان رسول الله صلى الله عليه وسلم نهى عن زيارة القبور؟ قالت: نعم، «كان قد نهى، ثم أمر بزيارته

3. Al-Fiqhul Manhaji, juz 1 hal. 79

ما يحرم بالحيض
الصلاة: لأحاديث فاطمة بنت أبي حبيش رضي الله عنها السابقة في الاستحاضة
قراءة القرآن ومس المصحف وحمله لما مر ايضأ فيما يحرم بالجنابة رقم (4، 5
- المكث في المسجد لا العبور فيه: لما مر معك فيما يحرم بالجنابة رقم (2). ومما يدل على أن مجرد العبور لا يحرم، بالإضافة لما سبق: ما رواه مسلم (298) وغيره عن عائشة رضي الله عنها قالت: قال لي رسول الله - صلى الله عليه وسلم -: " ناوليني الخمرة من المسجد". فقلت: إني حائض، فقال: " إن حيضتك ليست في يدك".
وعن النسائي (1/ 147) عن ميمونة رضي الله عنها قالت: تقوم إحدانا بالخمرة إلى المسجد فتبسطها وهي حائض. [الخمرة: هي السجدة أو الحصير الذي يضعه المصلي ليصلي عليه أو يسجد -إلى أن قال
ويحرم على الحائض زيادة على ذلك أمور أخرى وهي: عبور المسجد والمرور فيه إذا خافت تلويثه، لأن الدم نجس ويحرم تلويث المسجد بالنجاسة وغيرها من الأقذار، فإذا أمنت التلويث حل لها المرور كما علمت

4. Bughyatul Mustarsyidin, hal. 26

وتحرم قراءة القرآن على نحو جنب بقصد القراءة ولو مع غيرها لا مع الإطلاق على الراجح ، ولا يقصد غير القراءة
 
www.familyrumaday.blogspot.com

Minggu, 01 Maret 2015

Tanda Baca Al-Quran

Tanda Baca Al-Quran

 

Harakat (Arab: حركات, dibaca harakaat) atau yang disebut juga tanda tasykil merupakan tanda baca atau diakritik yang ditempatkan pada huruf Arab untuk memperjelas gerakan dan pengucapan huruf tersebut. Dalam membaca al-quran, wajib hukumnya bagi mereka yang sudah akil baligh untuk menggunakan tanda baca alquran.

Harakat digunakan untuk mempermudah cara melapazkan huruf dalam tiap ayat Al Quran bagi seseorang yang baru belajar dan memahami atau mengenal tanda baca dalam membaca dan melapazkan Al Quran. Tulisan Al Quran atau yang biasa dikenal sebagai tulisan Arab sering kitat temui tak hanya pada Kitab suci Al Quran saja, namun terdapat juga pada buku cerita anak-anak, buku pendidikan yang bernapaskan islami terdapat tulisan Arab. Walaupun dalam penulisannya tidak menggunakan harakat, karena pada umumnya sudah mengenal dan mengetahui huruf harakat meski tidak diberi tanda, ketika membaca akan seperti timbul suara penekanan pada tulisan Arab tertentu terutama pada kata yang tidak biasa digunakan guna menghindari kesalah dalam membaca.
- Contoh tulisan arab tanpa harakat :

قل اعوذ برب الناس

dibaca : qul a’uudzu birabbin naasi
- Contoh tulisan Arab dengan berharakat :

قـُلْ ٲعُوْذ ُبـِرَبِّ ٱلنـّٰاسِ

dibaca : qul a’uudzu birabbin naasi
Selain itu adapula macam-macam tanda baca lainnya atau macam harakat, diantaranya adalah :

1. Fathah
Fathah (فتحة) adalah harakat yang berbentuk seperti garis horizontal kecil atau tanda petik ( ٰ ) yang berada di atas suatu huruf Arab yang melambangkan fonem (a). Secara harfiah, fathah itu sendiri berarti membuka, layaknya membuka mulut saat mengucapkan fonem (a). Ketika suatu huruf diberi harakat fathah, maka huruf tersebut akan berbunyi (-a), contonya huruf lam (ل ) diberi harakat fathah menjadi “la” (لَ ). Cara melafazkannya ujung lidah menempel pada dinding mulut

2. Alif Khanjariah
Tanda huruf ALif Khanjariah sama halnya dengan Fathah, yang juga ditulis layaknya garis vertikal seperti huruf alif kecil ( ٰ ) yang diletakkan diatas atau disamping kiri suatu huruf Arab, yang disebut dengan mad fathah atau alif khanjariah yang melambangkan fonem (a) yang dibaca agak panjang. Sebuah huruf berharakat fathah jika diikuti oleh Alif (ا) juga melambangkan fonem (-a) yang dibaca panjang. Contohnya pada kata “laa” (لاَ) dibaca dua harakat.

3. Kasrah
Kasrah (كسرة) adalah harakat yang membentuk layaknya garis horizontal kecil ( ِ ) tanda baca yang diletakkan di bawah suatu huruf arab, harakat kasrah melambangkan fonem (i). Secara harfiah, kasrah bermakna melanggar. Ketika suatu huruf diberi harakat kasrah, maka huruf tersebut akan berbunyi (-i), contonya huruf lam (ل) diberi harakat kasrah menjadi (li) (لِ).
Sebuah huruf yang berharakat kasrah jika bertemu dengan huruf “ya” (ي ) maka akan melambangkan fonem (-i) yang dibaca panjang. Contohnya pada kata ” lii ” ( لي) dibaca 2 harakat.

4. Dammah
Dammah (ضمة) adalah harakat yang berbentuk layaknya huruf ” waw “( wau) (و) kecil yang diletakkan di atas suatu huruf arab ( ُ ), harakat dammah melambangkan fonem (u). Ketika suatu huruf diberi harakat dammah, maka huruf tersebut akan berbunyi (-u), contonya huruf ” lam ” (ل) diberi harakat dammah menjadi (lu) (لُ).
Sebuah huruf yang berharakat dammah jika bertemu dengan huruf  “waw” (و ) maka akan melambangkan fonem (-u) yang dibaca panjang. Contohnya pada kata (luu) (لـُو).

5. Sukun ( hara’kat )
Sukun (سکون) adalah harakat yang berbentuk bulat layaknya huruf  “ha” (ه) yang ditulis di atas suatu huruf Arab. Tanda bacanya bila ditulis seperti huruf (o) kecil yang bentuknya agak sedikit pipih. Harakat sukun melambangkan fonem konsonan atau huruf mati dari suatu huruf, misalkan pada kata “mad” (مـَدْ) yang terdiri dari huruf mim yang berharakat sehingga menghasilkan bunyi fathah (مَ) dibaca “ma”, dan diikuti dengan huruf “dal” (دْ) yang berharakat sukun yang menghasilkan konsonan atau bunyi (d) sehingga dibaca menjadi “mad” (مـَدْ).
Harakat sukun juga misa menghasilkan bunyi diftong, seperti (au) dan (ai), cotohnya pada kata (نـَوْمُ) yang berbunyi (naum)u)) yang berarti tidur, dan juga pada kata (لَـيْن) yang berbunyi (lain) yang berati lain atau berbeda.

6. Tasydid
Tasydid ( تشديد) atau yang disebut syaddah ( شدة) adalah harakat yang bentuk hurufnya (w) yang diberi atau seperti kepala dari huruf  “sin” (س) yang diletakkan di atas huruf arab (ّ ) yang letaknya diatas suatu huruf Arab. Harakat tasydid melambangkan penekanan pada suatu konsonan yang dituliskan dengan simbol konsonan ganda, sebagai contoh pada kata ( شـَـدَّةٌ) yang berbunyi (syaddah) yang terdiri dari huruf syin yang berharakat fathah (ش) yang kemudian dibaca (sya), diikuti dengan huruf  “dal “yang berharakat tasydid fathah ( دَّ) yang menghasilkan bunyi (dda), diikuti pula dengan ta marbuta ( ةٌ) di akhir kata yang menghasilkan bunyi (h), sehingga menjadi (syaddah).

7. Tanwin
Tanwin (bahasa Arab: التنوين, “at tanwiin”) adalah tanda baca (diakritik) harakat pada tulisan Arab untuk menyatakan bahwa huruf pada akhir kata tersebut diucapkan layaknya bertemu dengan huruf nun mati.

8. Wasal
 Wasal (bahasa Arab: وصلة‎, dibaca: washlat) adalah tanda baca atau diakritik yang dituliskan pada huruf Arab yang biasa dituliskan di atas huruf alif atau yang disebut juga dengan Alif wasal. Secara ilmu tajwid, wasal berarti meneruskan tanpa mewaqafkan atau menghentikan bacaan.

Harakat wasal selalu berada di permulaan kata dan tidak dilafazkan apabila berada di tengah-tengah kalimat, namun akan berbunyi layaknya huruf hamzah apabila dibaca di awal kalimat.
Contoh alif wasal:

ٱهدنا ٱلصرط
“ihdinas shiraat”
Bacaan tersebut memiliki dua alif wasal, yang pertama pada lafaz “ihdinaa” dan “as shiraat” yang manakala kedua lafaz tersebut diwasalkan atau dirangkaikan dalam pembacaannya maka akan dibaca “ihdinas shiraat” dengan menghilangkan pembacaan alif wasal pada kata “as shiraat”.
Lihat contoh berikut dibawah ini :

نستعين ٱهدنا ٱلصرط
“nasta’iinuh dinas shiraat”
Bacaan di atas terdiri dari kata “nasta’iin”, “ihdinaa dan as shiraat”, dengan mewasalkan lafaz “ihdina” dengan lafaz sebelumnya, sehingga menghasilkan lafaz “nasta’iinuh dinaa”, dengan mewasalkan lafaz “as shiraat” dengan lafaz sebelumnya, maka akan menghasilkan lafaz “nasta’iinuh dinas shiraat”.

Alif wasal lebih sering dijumpai bersamaan dengan huruf lam atau yang disebut juga dengan alif lam makrifah pada lafaz dalam bahasa Arab yang mengacu kepada kata yang bersifat isim atau nama.

Contoh alif wasal dalam alif lam makrifah:
ٱلصرط
“as shiraat”
ٱلبقرة
“al baqarah”
ٱلإنسان
“al insaan”

9. Waqaf
Waqaf dari sudut bahasa artinya berhenti atau menahan, manakala dari sudut istilah tajwid ialah menghentikan bacaan sejenak dengan memutuskan suara di akhir perkataan untuk bernapas dengan niat ingin menyambungkan kembali bacaan. Waqaf dibagi menjadi 4 jenis, diantaranya :

- ﺗﺂﻡّ (taamm) – waqaf sempurna – yaitu mewaqafkan atau memberhentikan pada suatu bacaan yang dibaca secara sempurna, tidak memutuskan di tengah-tengah ayat atau bacaan, dan tidak mempengaruhi arti dan makna dari bacaan karena tidak memiliki kaitan dengan bacaan atau ayat yang sebelumnya maupun yang sesudahnya.

- ﻛﺎﻒ (kaaf) – waqaf memadai – yaitu mewaqafkan atau memberhentikan pada suatu bacaan secara sempurna, tidak memutuskan di tengah-tengah ayat atau bacaan, namun ayat tersebut masih berkaitan makna dan arti dari ayat sesudahnya.

- ﺣﺴﻦ (Hasan) – waqaf baik – yaitu mewaqafkan bacaan atau ayat tanpa mempengaruhi makna atau arti, namun bacaan tersebut masih berkaitan dengan bacaan sesudahnya.

- ﻗﺒﻴﺢ (Qabiih) – waqaf buruk – yaitu mewaqafkan atau memberhentikan bacaan secara tidak sempurna atau memberhentikan bacaan di tengah-tengah ayat, wakaf ini harus dihindari karena bacaan yang diwaqafkan masih berkaitan lafaz dan maknanya dengan bacaan yang lain.

Tanda-tanda waqaf
- Tanda mim ( مـ ) disebut juga dengan Waqaf Lazim. yaitu berhenti di akhir kalimat sempurna. Wakaf Lazim disebut juga Wakaf Taamm (sempurna) karena wakaf terjadi setelah kalimat sempurna dan tidak ada kaitan lagi dengan kalimat sesudahnya. Tanda mim ( م ), memiliki kemiripan dengan tanda tajwid iqlab, namun sangat jauh berbeda dengan fungsi dan maksudnya.

- tanda tho ( ﻁ ) adalah tanda Waqaf Mutlaq dan haruslah berhenti.
- tanda jim ( ﺝ ) adalah Waqaf Jaiz. Lebih baik berhenti seketika di sini walaupun diperbolehkan juga untuk tidak berhenti.
- tanda zha ( ﻇ ) bermaksud lebih baik tidak berhenti
- tanda sad ( ﺹ ) disebut juga dengan Waqaf Murakhkhas, menunjukkan bahwa lebih baik untuk tidak berhenti namun diperbolehkan berhenti saat darurat tetapi tidak mengubah makna. Perbedaan antara hukum tanda zha dan sad adalah pada fungsinya, dalam kata lain lebih diperbolehkan berhenti pada waqaf sad
- tanda sad-lam-ya’ ( ﺻﻠﮯ ) merupakan singkatan dari “Al-wasl Awlaa” yang bermakna “wasal atau meneruskan bacaan adalah lebih baik”, maka dari itu meneruskan bacaan tanpa mewaqafkannya adalah lebih baik
- tanda qaf ( ﻕ ) merupakan singkatan dari “Qeela alayhil waqf” yang bermakna “telah dinyatakan boleh berhenti pada wakaf sebelumnya”, maka dari itu lebih baik meneruskan bacaan walaupun boleh diwaqafkan.
- tanda sad-lam ( ﺼﻞ ) merupakan singkatan dari “Qad yoosalu” yang bermakna “kadang kala boleh diwasalkan”, maka dari itu lebih baik berhenti walau kadang kala boleh diwasalkan.
- tanda Qif ( ﻗﻴﻒ ) bermaksud berhenti! yakni lebih diutamakan untuk berhenti. Tanda tersebut biasanya muncul pada kalimat yang biasanya pembaca akan meneruskannya tanpa berhenti.
- tanda sin ( س ) atau tanda Saktah ( ﺳﮑﺘﻪ ) menandakan berhenti seketika tanpa mengambil napas. Dengan kata lain, pembaca haruslah berhenti seketika tanpa mengambil napas baru untuk meneruskan bacaan.
- tanda Waqfah ( ﻭﻗﻔﻪ ) bermaksud sama seperti waqaf saktah ( ﺳﮑﺘﻪ ), namun harus berhenti lebih lama tanpa mengambil napas
- tanda Laa ( ﻻ ) bermaksud “Jangan berhenti!”. Tanda ini muncul kadang-kala pada penghujung maupun pertengahan ayat. Jika ia muncul di pertengahan ayat, maka tidak dibenarkan untuk berhenti dan jika berada di penghujung ayat, pembaca tersebut boleh berhenti atau tidak.
- tanda kaf ( ﻙ ) merupakan singkatan dari “Kathaalik” yang bermakna “serupa”. Dengan kata lain, makna dari waqaf ini serupa dengan waqaf yang sebelumnya muncul.
- tanda bertitik tiga ( … …) yang disebut sebagai Waqaf Muraqabah atau Waqaf Ta’anuq (Terikat). Waqaf ini akan muncul sebanyak dua kali di mana-mana saja dan cara membacanya adalah harus berhenti di salah satu tanda tersebut. Jika sudah berhenti pada tanda pertama, tidak perlu berhenti pada tanda kedua dan sebaliknya.
Beberapa tanda baca alquran diatas, wajib dipelajari oleh mereka para muslim, karena jika tanda baca salah maka untuk pengertian dari isi ayat atau bacaan alquran tersebut akan menjadi salah.